Rabu, 26 September 2012

di malam festival

Mami Nadia berteriak-teriak memanggil anaknya. Nadia keluar kamar. Ia baru saja menikmati tidur siang yang membuat kepalanya berdenyut. Matanya masih agak tertutup. “Ada, apa, Mi?”

“Kamu ini bagaimana, sih? Kamu ‘kan harus menjemput Farah!” Kantuk Nadia langsung hilang.

“Tiga puluh menit lagi kereta Farah sampai di statsiun.” Maminya geleng-geleng kepala melihat Nadia yang terburu-buru lari ke kamar untuk ganti baju dan mengambil dompet.

“Hati-hati di jalan, Sayang. Mami mau arisan di tetangga sebelah.” Mami Nadia bergegas pergi.

Nadia membuka pintu garasi sambil menggerutu. “Ini gara-gara kak Galih! Tiap hari pulang Maghrib melulu! Jadi aku yang harus menjemput Farah dan naik mobil tanpa SIM!”

“Hei, kuantar, ya.” Nadia berteriak kaget. Ia mendapati tetangganya, Rendy, di muka garasi. Rendy tersenyum meminta maaf. Nadia menolaknya dengan sinis. Ia masuk ke mobil dan langsung menyalakan mesin mobil. Ia mundur sampai matanya bertatapan dengan Rendy. Nadia menatap sinis. Lalu Nadia memundurkan sedan metalik Ayahnya dengan lancar dan membawanya melesat di jalan raya.

Setelah memarkir mobil dengan aman, Nadia langsung berlari tergesa-gesa. Ia menoleh kesana-kemari saat penumpang kereta sudah banyak yang turun, tetapi ia tidak menemukan Farah. Jangan-jangan Farah naik kereta yang salah, seperti saat es-em-pe kelas dua, dua tahun yang lalu? Nadia menggaruk kepalanya. Lalu ia melihat Farah. Hampir tergelincir Nadia, saat ia berlari menaiki kereta. Ia tersenyum lega melihat sepupunya itu sedang menurunkan tas besar dibantu seorang petugas yang masih muda. Farah terlihat hampir menangis sekaligus lega melihat Nadia.

Nadia tersenyum geli. Ia mengucapkan terima kasih pada petugas yang membantu tadi, lalu merangkul Farah turun dari kereta. Saat ia menoleh ke kereta, ia melihat petugas tadi buru-buru membuang muka dan berlalu. Heee, jangan-jangan cowok tadi naksir Farah?

Nadia membantu membawa tas hitam super besar Farah. Farah adalah sepupunya yang agak ceroboh. Tetapi ia mau menolong dan mempunyai sifat yang baik dan lembut. Ia belum punya pacar karena ia memang belum pernah jatuh cinta. Padahal cowok yang antri banyak, mereka semua menyukai kecerobohan Farah.

“Ah!” Farah tiba-tiba berteriak dalam mobil.

“Nadia, aku lupa bilang terima kasih pada petugas yang membantuku menurunkan tas tadi! Cowok itu baik sekali, walaupun ia sering membentakku. Pertama, saat aku tersandung di dekat pintu kereta. Lalu saat aku menumpahkan minumanku ke seragamnya. Tapi ia tetap membantuku menurunkan tasku meski sambil marah-marah.”

Tadi Nadia memang sekilas melihat noda di bagian depan seragam petugas itu. Ia tersenyum membayangkan kecerobohan Nadia, dan bagaimana petugas tadi marah-marah. Sepertinya Farah tertarik pada petugas yang masih muda itu.

Di rumah, Nadia langsung mengantar Farah ke kamar tamu, kamar yang dulu pernah ditempati Farah saat berkunjung. Karena kelelahan, Farah langsung tertidur lelap. Nadia menyelimutinya lalu meninggalkan kamar. “Selamat datang, sepupu.”

***

Pukul setengah lima pagi Farah membangunkan Nadia dan mengajaknya lari pagi. Dengan mata masih mengantuk Nadia pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Mereka lari mengelilingi kompleks perumahan Nadia sampai pukul enam, lalu Farah mengajaknya untuk sarapan bubur di taman.

Di taman, mereka bertemu dengan Rendy, lalu Rendy mentraktir mereka bubur. Sebenarnya Nadia tidak ingin dekat-dekat dengan Rendy dan ingin segera pulang. Tetapi Farah sangat ingin makan bubur, Jadi terpaksa Nadia menerima tawaran traktiran Rendy. Farah duduk di antara mereka berdua.

Selama makan, Nadia menunduk terus dan tidak mau menatap Rendy. Ia makan dengan cepat, tidak bicara, walaupun Farah dan Rendy mengajaknya mengobrol. Setelah selesai makan, Nadia langsung buru-buru mengajak Farah pulang. Rendy berteriak memanggil Nadia namun Nadia diam saja. “Nadia, jangan lari, nanti keram perut! Kau ‘kan baru saja makan!”

Farah sepertinya ingin bertanya kenapa Nadia tidak mengacuhkan Rendy, tapi ia mengurungkan niatnya, sampai Nadia sendiri mau bercerita.
***

Nadia menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya ke bahu tempat tidur. Ia memandang langit-langit kamarnya dan bayangan masa lalu kembali memenuhi benaknya.

Saat itu Nadia masih kelas dua SMP. Ia mendapatkan tetangga baru, Rendy. Rendy cowok periang, ramah, dan murah senyum. Tubuhnya tinggi, tegap, dan atletis. Rambutnya dipangkas pendek. Karena Rendy satu SMU dan satu kelas dengan Galih, Rendy sering main ke rumahnya. Kadang Nadia main ke rumah Rendy untuk mengantarkan makanan atau menanyakan PR (sebab Galih pelit meski pintar).

Nadia jatuh cinta pada Rendy dan Nadia terang-terangan menunjukkan sikapnya. Tapi Rendy hanya menganggapnya adik, Nadia menerima hal itu. Hal yang membuatnya kesal adalah sebulan yang lalu Rendy mengenalkan Nadia pada temannya, Bayu. Kata Rendy, Bayu naksir Nadia. Sejak itu Nadia memutuskan untuk membenci Rendy.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Farah memanggilnya untuk makan malam bersama keluarga Nadia. Setelah makan malam, Galih berbisik pada adiknya.

“Kau ini kenapa akhir-akhir ini menghindar dari Rendy? Dulu kau senang bersamanya.” Mata Galih menyipit.

“Rendy menunggumu di halaman belakang. Kau harus kesana!” Ia menghampiri Farah.

“Farah, aku akan mengantarmu keliling kota. Nadia ada urusan. Ayo!” Galih merangkul Farah. Sorot matanya mengatakan bahwa Nadia harus menemui Rendy.

Aku takkan datang! Nadia menjatuhkan diri ke sofa. Setelah setengah jam, Nadia melongok ke halaman belakang rumahnya. Ia melihat Rendy sedang membelakanginya, memandangi kolam renang persegi. Nadia membuka pintu, Rendy lansung berbalik.

“Hai, kukira kau takkan datang.” Karena Rendy tampak kedinginan, Nadia mempersilahkannya masuk.

“Terima kasih.” Rendy duduk di tepi keramik dapur.

Nadia tidak menyalakan lampu karena ia tidak ingin Rendy melihat wajahnya.

“Ada apa?”

“Nadia….” Rendy menggosok hidungnya. Ia bersin beberapa kali karena kedinginan.

“Aku hanya ingin tahu kenapa sikapmu belakangan ini berubah. Sepertinya kau menghindariku. Kau sudah seperti adikku, lalu tiba-tiba, Bum! Kau menghindariku.”

Nadia menunduk. “Aku hanya tidak suka Kak Rendy menyodorkan aku pada Kak Bayu. Padahal sudah ada cowok yang kusukai.”

“Oh? Benarkah? Aku minta maaf.” Rendy mendekati Nadia.

“Maafkan aku, aku takkan mengulanginya lagi. Aku ingin kau kembali menyapaku. Kau mau ‘kan, Nadia?”

“Aku…baiklah.” ujar Nadia lemah. Sayang sekali Nadia tidak melihat mata Rendy yang berkilat senang dalam kegelapan. Nadia menempelkan dahinya di kaca jendela dapur, memandangi Rendy yang berlari melompati pagar tembok pembatas rumahnya dan rumah Rendy. Lalu Nadia menangis karena ia sangat menyadari bahwa ia masih mencintai Rendy. Dan ia pun tahu, cukup sulit untuk membenci Rendy.
***

Nadia merengek pada Galih agar ia dan Farah diberikan tiket khusus untuk datang ke festival tahunan di SMU Galih (acara lanjutan setelah acara kelulusan kelas tiga) yang tertutup untuk umum. Awalnya Galih menolak, namun karena ia pusing mendengar rengekan adiknya, akhirnya ia mengiyakan. “Baiklah, tapi kau dan Farah cari kostum sendiri. Aku akan meminta tiketnya pada ketua nanti. ”

“Siap, Letnan! Terima kasih, ya!” Nadia mengecup kakaknya. Galih mengelap pipinya dan mengibas-kibaskan tangan menyuruhnya keluar dari kamarnya. Nadia langsung berlari menemui Farah. “Berhasil, kau tidak sia-sia berlibur di sini, Farah! Kita bisa menikmati festival tahunan dengan gratis di SMU Kak Galih! Ayo kita cari kostum!” Kemudian mereka mencari baju bekas di loteng dan bahan lain yang bisa ditemukan di loteng dengan penuh semangat.

Nadia senang sekali bisa ikut pesta kelulusan kelas tiga sekaligus festival tahunan yang hanya ada di SMU Galih. Di pesta itu semua mengenakan kostum. Ada yang mengenakan kostum hantu, tokoh-tokoh Disney, dan tokoh idola. Tahun pertama di SMU, Galih mengenakan kostum Pinokio, dan tahun kedua mengenakan kostum Zero. Nadia belum tahu apa yang akan dikenakan kakaknya di festival nanti. Di festival itu semua berdansa sampai tengah malam (acara pesta kelulusan dimulai pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore, dilanjutkan acara festival tahunan mulai pukul 7 malam sampai tengah malam).

Setiap hari Galih pulang Maghrib karena ia panitia Seksi Dekorasi. Tapi Nadia tidak diberitahu setting festival kali ini seperti apa. Di pesta itu panitia tergabung dari kelas 1, 2, dan kelas 3 yang akan lulus. Rendy juga Seksi Dekorasi, tapi ia izin saat ada arisan RT di rumahnya beberapa hari yang lalu karena harus membantu ibunya menyiapkan arisan.

Seminggu kemudian….

“Ini benar-benar festival, Nadia!”

“Ya, hmm….” Nadia terpesona menatap gerbang sekolah yang masing-masing tiang dihiasi kepala nenek sihir dan devil. Di tengah gerbang terbentang kain hitam dengan cat merah bertuliskan ‘WELCOME IN FESTIVAL’. “Farah, jangan melompat-lompat, nanti kau ja….” Nadia memijat dahinya melihat Farah dengan kostum kuda ─ yang lebih mirip kostum keledai ─ jatuh tersungkur ke tanah. Sebelum Nadia sempat menolong, seorang cowok berkostum Aladdin mengulurkan tangan pada Farah. Sepertinya aku kenal cowok itu tapi di mana ya? Nadia berlari menghampiri Farah. “Kau tak apa-apa?”

“Ya, tapi lututku.” Farah melihat cowok Aladdin. “Ah, cowok pemarah!”

“Cewek ceroboh! Kenapa ada di sini?” tanya cowok pemarah alias petugas statsiun.

“Ini ‘kan tertutup untuk umum, kecuali kalian punya tiket khusus….”

“Sepupuku panitia di sini, kelas 3, namanya Galih Prasetyo. Kau sendiri?”

“Aku juga kelas 3 di SMU ini. Aku…Firman.”

Nadia mundur perlahan. Oke, deh, dunia milik berdua! Nadia memperhatikan siswa-siswi yang berlalu-lalang. Mereka mengenakan kostum yang bagus, keren, dan indah. Ada Cinderella, Robin Hood, Wonder Woman, cewek koboi, dan tokoh terkenal lain. Ada juga yang mengenakan kostum Casper, Harry Potter, dan Frankeinstein.

Nadia merinding melihat dekorasi yang dibuat. Setting festival tahun ini adalah Istana Hantu. Di kiri kanan pintu masuk aula pesta dansa yang sangat luas dipasang mumi dan manusia serigala yang dari moncongnya menetes darah. Di dalam aula sendiri didekor seperti Istana Hantu, hanya 8 nyala obor menerangi. Di langit-langit tergantung kelelawar karet, dan di sudut dibuat sarang laba-laba beserta laba-labanya. Suasana menakutkan sekaligus menyenangkan. Di aula sama ramainya dengan di luar. Siswa-siswi berkostum tengah asyik mengobrol, bercanda, ataupun berdansa dengan pasangannya. Di panggung ada yang nge-band diselingi musik dari piringan hitam.

Nadia merasa diperhatikan seseorang. Saat ia menoleh, matanya bertatapan dengan seorang cowok berpakaian koboi, lengkap dengan topi koboi, sepatu bot, dan pistol di pinggang. Nadia mengenali Rendy, dan jantungnya langsung berdegup kencang. Malam ini Rendy sangat tampan. Beberapa perempuan mengelilinginya. Snow White, Tinker Bell, Ratu Salju, dan Madonna. Dengan sedih Nadia memalingkan wajah. Ia mencari-cari Galih dan menemukan kakaknya sedang menyesap minuman berwarna biru sambil memperhatikan sekeliling. Nadia menghampiri kakaknya itu. “Kau belum ganti kostum, Kak?”

Galih terkekeh. “Kau tahu, idola yang paling kukagumi adalah diriku sendiri.” Galih mengaduh karena Nadia memukulnya. “Hai, Rendy, titip adikku, ya. Aku mau mencari Sisca. Kalian akur-akur, ya!” Galih langsung berlari dan menghilang di kerumunan orang-orang berkostum.

Nadia tidak mengira bahwa Rendy telah berdiri di belakangnya sampai tadi Galih menyapanya. Ia tidak berani menoleh. Namun Rendy menarik sikunya dan mengajaknya ke luar aula, setelah sebelumnya Rendy mengambilkannya minuman bersoda dari meja minuman di dekat pintu keluar aula. Mereka mencari bangku yang kosong, dan menemukannya di bawah pohon pinus, di samping aula. “Kau terlihat cantik mengenakan kostum gipsy ini, Nadia.” Rendy tersenyum memandangnya.

“Te-terima kasih. Oya, dekorasinya sangat bagus….” Nadia memperhatikan kelelawar karet yang menggantung di pepohonan di depannya.

“Syukurlah.” Rendy tak lepas memandangnya, membuat Nadia rikuh dan ge-er. “Galih bekerja paling keras. Dari kelas satu ia ingin mewujudkan hal ini.” Akhirnya Rendy menatap kejauhan. “Rendy memberikan kostum yang telah ia jahit sendiri pada teman kami yang tidak mampu. Galih orang yang sangat baik.”

Dengan perasaan bangga Nadia tersenyum. “Ya, tentu saja.” Nadia melihat siswa berkostum tengkorak lewat di depannya. “Mana pacar Kak Rendy?”

“Sudah putus. Lucu juga, kami hanya berpacaran seminggu….” Rendy kembali menatapnya. Wajahnya tegang, tanpa senyum, namun tetap tampan. “Nadia, saat kau menjauh beberapa waktu lalu, aku baru menyadari perasaanku. Karena itu aku putus dengan Melly. Aku… jatuh cinta padamu, Nadia.”

Nadia membelalak. “Kau ‘kan hanya menganggapku adik….”

“Ya, mulanya aku menganggap begitu. Aku menyesal tentang Bayu. Saat kau menjauh, aku merasa kosong, rindu padamu. Oleh karena itu aku mengajak berdamai. Aku pengecut, tidak mengatakan alasan sebenarnya untuk berdamai. Aku pura-pura menjadi kakak yang kesepian. Tak usah panik, aku hanya ingin memberitahumu. Sebab ini hari kelulusanku. Aku akan kuliah di Purwokerto. Lagipula kau ‘kan punya cowok yang kausukai…waktu di dapur kau bilang begitu ‘kan….”

“Orang yang kusukai itu Kak Rendy! Apakah tidak sadar? Aku terang-terangan menunjukkannya. Aku kesal Kak Rendy tidak peka dan malah menyodorkan Kak Bayu.”

“Kau tidak mengada-ada ‘kan?” Rendy memegang bahu Nadia. Matanya berkilat senang dan ketegangan di wajahnya mencair, berubah menjadi sangat cerah.

“Sudah kubilang aku menyesal soal Bayu.” Rendy memeluknya.

“Aku cinta padamu, Nadia.” Rendy melepas pelukannya dan menatapnya penuh senyum.

“Kau mau menjadi pacarku ‘kan?” Rendy menunggu sampai Nadia mengangguk, lalu berdiri dan mengajak Nadia kembali ke aula untuk berdansa sampai tengah malam. Di malam festival ini menjadi malam terindah bagi Nadia. Cintanya selama ini akhirnya tersampaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar